Jakarta,
Detakterkini.com - Dewan Pers
kembali melakukan peningkatan profesionalisme wartawan melalui pelatihan dan
fasilitasi uji kompetensi wartawan pada Mei 2021.
Komisi Pendidikan,
Pelatihan dan Pengembangan Profesi Dewan Pers, Jamalul Insan, di Jakarta Rabu,
mengatakan kegiatan akan berlangsung di 34 provinsi.
Sebelumnya, Dewan Pers
bersama 18 lembaga uji kompetensi yang berasal dari organisasi profesi dan
perguruan tinggi telah melaksanakan UKW di 18 provinsi, dengan hasil 896
dinyatakan kompeten pada Februari hingga Maret 2021.
“Semakin bertambahnya
jurnalis yang kompeten kita semakin optimistis berita dan informasi yang
disampaikan ke masyarakat kian dapat dipertanggungjawabkan," ujar Jamalul
Insan.
Tugas dan tanggung
jawab jurnalis yang sudah dinyatakan kompeten akan semakin berat. Wartawan
profesional harus menjunjung tinggi dan melaksanakan Kode Etik Jurnalistik
(KEJ) dan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999, dalam menjalankan profesi-nya.
Fasilitasi UKW tahun
ini merupakan kelanjutan dari program 2020 yang tidak dapat dilaksanakan,
karena pandemik COVID-19.
Tahun lalu, acara
pelatihan dan uji kompetensi wartawan rencananya berlangsung di 20 provinsi
dengan target 480 peserta, namun hanya dilakukan di satu provinsi yakni di
Sumatera Barat dengan jumlah peserta 24 peserta.
"Pada 2021 ini
ditambah menjadi 34 provinsi dengan target 1.700 peserta," ucap Wakil
Ketua Dewan Pers Henry Ch Bangun.
Kegiatan sertifikasi
wartawan itu, sudah disampaikan juga dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi
I DPR, awal Februari 2021.
Peraturan Dewan Pers
Nomor 4 tahun 2017 tentang Sertifikasi Kompetensi Wartawan menjelaskan tujuan
sertifikasi wartawan di antaranya meningkatkan kualitas dan profesionalitas
wartawan, dan bagian dari sistem evaluasi kinerja wartawan oleh perusahaan.
Sertifikasi wartawan
juga bagian dari upaya menegakkan kemerdekaan pers berdasarkan kepentingan
publik.
Selain itu kegiatan
uji kompetensi wartawan juga bertujuan menjaga harkat dan martabat kewartawanan
sebagai profesi penghasil karya intelektual, dapat menghindari penyalahgunaan
profesi, dan menempatkan wartawan pada kedudukan strategis dalam industri pers.
"Produk
jurnalistik adalah karya intelektual, proses menggali informasi sampai
menyiarkan dalam bentuk berita harus berdasarkan fakta dan dapat
dipertanggungjawabkan," tutur Hendry.
Seperti tujuan
sertifikasi, wartawan memiliki posisi strategis dalam industri media, tidak
sekadar buruh, pekerja, yang sekadar komponen pelengkap. Ruang redaksi harus
diiisi oleh orang yang memiliki kompetensi sesuai tingkatannya.
"Media berperan
dalam membangun dan membentuk opini publik, bahkan menggunakan frekuensi publik
di media penyiaran harus dikelola orang yang memiliki kompetensi," kata
Hendry.
Hingga kini masih
banyak laporan masyarakat terkait penyalahgunaan profesi wartawan. Tidak
sedikit kepala desa, kepala sekolah, pejabat operasional di tingkat
kabupaten/kota, yang didatangi dan diintimidasi bahkan hingga pemerasan, oleh
orang yang mengaku sebagai wartawan.
Mereka selalu datang
dengan alasan untuk konfirmasi kasus penyelewengan dana, rencana pengadaan
barang atau pengerjaan proyek.
Wartawan yang sudah
mengikuti sertifikasi akan memiliki kartu kompetensi. Kartu kompetensi adalah
bukti bahwa mereka dalam bekerja sudah memenuhi standar kompetensi wartawan,
dan memegang teguh kode etik jurnalistik.
Kartu kompetensi juga
bertujuan melindungi masyarakat, agar bisa membedakan wartawan baik yang
bertujuan memberitakan, sehingga patut diterima dan diberi informasi, dan
wartawan yang hanya memeras dan mengintimidasi sehingga patut dilaporkan ke
polisi.
Dalam perkembangan
lainnya, Kepala Badan Sertifikasi Nasional (BNSP) Kunjung Maseta membantah
berita di beberapa media siber yang menyebutkan bahwa BNSP akan melarang Dewan
Pers melaksanakan UKW.
"Komisioner BNSP tidak membuat statement demikian. Kami di BNSP, kalau ada pengajuan pendirian LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi) di bidang pers harus ada rekomendasi dari Dewan Pers," ujar Kunjung. (ant)